Bangunan gereja biasanya identik dengan bangunan bergaya arsitektur
Eropa dan tertutup oleh tembok. Namun di Desa Blimbingsari Jembrana
Bali, bangunan Gereja dibuat menyerupai bangunan pura. Sebelum tahun
1970 an, warga setempat menyebutnya "Pura Gereja".
Memasuki ruas jalan Desa Blimbingsari, Kecamatan Melaya, Kabupaten
Jembrana, Bali, mata langsung dimanjakan dengan suasana desa yang rapi,
hijau, dan bersih. Kebun atau taman di pinggir jalan desa dan di rumah
penduduk tertata rapi, enak dipandang mata. Tak ada sampah terlihat
berserak di desa yang penduduknya menganut agama Nasrani ini.
Di depan kantor Kepala Desa Blimbingsari, terdapat Gereja Kristen
Protestan di Bali, Desa Blimbingsari. Gereja ini merupakan salah satu
gereja tertua sekaligus terunik di Bali, dan salah satu terunik di
dunia. Bagaimana sejarahnya?
Salah satu tokoh Desa Blimbingsari, Gede Sudigda, kepada beritabali.com menceritakan, keberadaan Desa Blimbingsari berawal pada tahun 1939.
"Saat itu, para tetua kami, semua datang dari Denpasar tahun 1939.
Setelah survei dan mendapat ijin, desa ini mulai dibangun. Dulunya
merupakan hutan lebat yang disebut Alas Angker, banyak binatang buas
seperti ular besar, macan, dan aneka jenis binatang buas lainnya di
hutan," ujar Gede.
Para tetua Desa Blimbingsari kemudian mulai merabas hutan. Mereka
merupakan gelombang pertama transmigran lokal yang berjumlah 30 orang.
Usai merabas hutan, para perintis desa kemudian mulai membangun rumah,
pekarangan, kebun, membuat jalan desa, dan juga gereja.
"Tokoh perintis desa ini adalah bapak Made Regug, Pendeta Made Rungu,
dan beberapa orang lainnya. Setelah survei, kemudian mereka meminta ijin
kepada Sedahan Agung waktu itu untuk membuka hutan seluas 450 hektar.
Sementara gerejanya dibangun di atas lahan seluas 20 are,"ujarnya.
Awalnya, gereja di Desa Blimbingsari dibangun dengan gaya arsitektur
Eropa. Namun pada tahun 1971, gereja rusak akibat gempa bumi. Gereja
kemudian dibangun ulang dengan arsitektur Bali. Struktur bangunan
gereja yang dibangun tahun 1971 mempunyai struktur yang sama dengan
bangunan pura di Bali yakni ada halaman luar atau jaba sisi, ada
bangunan gapura, dan tempat sembahyang. Uniknya bangunan untuk
sembahyang dibuat terbuka seperti bangunan pura di Bali, tanpa tembok
penyekat.
"Orang tua kami dulu menyebutnya dengan "Pura Gereja", karena mirip bangunan pura di Bali,"ujar Gede.
Di gereja ini terdapat aneka ukiran ornamen khas Bali. Semua ukiran
dibuat oleh oleh tukang ukir dari dari Ubud. Ceritanya diambil dari
cerita injil atau bibel. Salah satu ukiran di tembok gereja bercerita
tentang cerita pembasuhan kaki Yesus oleh muridnya. Dalam ukiran, Yesus
digambarkan seperti orang Bali.
Keunikan lain di Desa Blimbingsari adalah, saat ibadah, warga
mengenakan pakaian adat Bali, menggunakan bahasa Bali. Juga ada budaya
memenjor (membuat penjor) dan membuat makanan lawar Bali menjelag hari
raya Natal.
"Umumnya di gereja ada lonceng untuk tanda akan ada persembahyangan,
namun di gereja ini kita menggunakan kulkul atau kentongan, bukan
lonceng,"ujarnya.
Sudigda menambahkan, tahun 2009, Dewan Gereja Dunia menginap selama 4 malam di Desa ini.
"Presiden Dewan Geraja Dunia waktu itu mengatakan, Gereja ini sebagai
salah satu gereja terunik dunia, yakni dengan arsitek Bali, gereja yang
terbuka tidak ada temboknya. Susunan bangunan juga sama dengan susunan
pura,"ujar Sudigda.
Desa Blimbingsari mempunyai luas 450 hektar. Di Desa ini bermukim 270
Kepala Keluarga (KK) yang semuanya memeluk keyakinan Nasrani. Warga
masih menggunakan bahasa Bali dan nama-nama Bali seperti Wayan, Gusti,
Made, Ketut, dan sebagainya.[bbn/psk]